Senin, 12 Oktober 2009

dyzngwcpsu

Hasil Chatting

Hasil Chatting
Kejadian ini terjadi bulan Febuari 2001, dan aku ingin sekali berbagi pengalaman
pada para pembaca. Aku Nissa 22 tahun, ciri-ciri diriku mempunyai tinggi 165 cm
dan berat 55 kg, kulit putih bersih, rambutku coklat ikal dan panjang. Kata
teman-temanku wajahku mirip dengan seorang artis Hollywood Catherine Jetazones.
Mereka bilang wajahku klasik dan tubuhku sexy, mungkin karena 4 darah campuran
yang kudapat dari kakek dan orangtuaku. Aku masih kuliah di PTS Bandung dan
mengontrak sebuah rumah di kawasan jalan Anggrek bersama seorang temanku yang
bernama Lia.

Suatu hari tepatnya malam minggu aku pergi ke warnet untuk mengerjakan tugas
mengetikku dan memeriksa email yang masuk. Teman sekontrakanku sudah dari siang
pergi malam mingguan dengan pacarnya. Aku sendiri saat itu masih sendiri dan aku
menikmatinya.

Selama hampir 3 jam aku mengetik, akhirnya selesai sudah tugas-tugasku, jam
sudah menunjukkan pukul 8 malam. Setelah itu kubuka MIRC karena aku berniat
chatting beberapa jam. Aku masuk chanel Bandung. Tiba-tiba sebuah nickname
‘ayah_bdg’ mengajakku untuk mojok, aku pun mengobrol dengannya, obrolan kami
makin asyik, mulai dari kuliah, hobi, dan sebagainya. Hingga tidak terasa hampir
1 jam aku mengobrol dengannya.

Dari obrolan itu aku mengetahui kalau dia bernama Adit, usia 40 tahun, mempunyai
perusahaan sendiri di Jakarta dan statusnya duda beranak satu, dan saat ini
sedang ada di Bandung untuk refresing bersama anak dan baby sisternya.
Pembicaraan kami pun berubah, dia menanyakan warnet tempat aku chatting. Tanpa
curiga aku pun memberitahukannya. Lalu Adit meminta kami bertukar nomor telpon
dan photo. Aku pun memberikannya dengan senang hati. Baru saja 5 menit berlalu,
HP-ku berbunyi dan Mas Adit menelponku langsung.

“Hallo.. Nissa.”
“Hallo.. ayah_bdg, wah engga nyangka langsung telpon nih..” jawabku.
“Iya.. habis Nissa cantik sih.”
“Hmm.. gini deh.., kita jalan yuk..! Aku jemput kamu disana yah..?”
“Boleh.. aja.” jawabku lagi.
“Ok deh, tunggu 10 menit dan cari deh mobilku berplat B di depan warnet yah..!”
“Ok..” jawabku mengakhiri pembicaraan kami.

Setelah hampir 10 menit, HP-ku berbunyi dan Mas Adit telah menungguku di tempat
parkir. Kubereskan tasku dan kusisir rambutku, lalu kubayar jasa warnet dan
berjalan menuju tempat parkir. Kulihat sebuah mobil BMW hitam berplat B berwarna
hitam, dan di dalamnya Mas Adit tersenyum. Aku pun tersenyum dan menghampiri
mobilnya lalu kubuka pintu mobilnya dan duduk di sebelahnya.

“Hallo.. ayah_bdg.” ucapku malu-malu.
“Hallo juga Nissa.., kita makan yuk..?” ajaknya sambil menjalankan mobil.
Aku pun mengangguk. Selama diperjalanan kami cepat menjadi akrab, lagi pula
kupikir Mas Adit ganteng juga, selain badannya tinggi besar dia juga kebapakan.

Kami makan di Haritage Banda sambil meneruskan perbincangan kami.
“Hmm.. Mas, engga pa-pa kan kalo Nissa panggil ayah saja..? Seperti nickname
Mas.” tanyaku padanya.
“Ah.. boleh saja, tapi khusus buat Nissa saja.” ucapnya tersenyum.
Setelah selesai makan, tiba-tiba ponsel ayah berbunyi, ternyata dari baby sitter
anaknya.

“Nissa, mau ikut Ayah engga besok..?” tanya Ayah sambil mengajakku keluar dari
Haritage menuju tempat parkir.
“Memangnya Ayah mau kemana..?” tanyaku sambil membuka pintu.
“Ayah mau ke Ciater dengan Deri juga Ina, baby sitter-nya.” jawab Ayah sambil
menjalankan mobil keluar dari tempat parkir.
“Memangnya berapa hari di sana..?” tanyaku.
“Cuma dua hari.” jawab Ayah.
Akhirnya aku pun bersedia ikut, lalu Ayah mengantarku pulang ke kontrakanku.

Pagi-paginya Ayah sudah datang menjemputku. Aku pun berkenalan dengan Deri
anaknya juga Ina baby sitter anaknya. Selama di perjalanan, Deri sudah dekat
denganku, bahkan dia memanggilku Bunda Nissa, aku sih cuek saja. Deri anaknya
manis dan cerdas, sungguh kasihan dia ditinggal oleh ibu kandungnya karena
meninggal saat melahirkan Deri.

Akhirnya kami sampai di Ciater setelah memesan 2 kamar di sebuah hotel. Ayah,
aku dan Deri pergi berenang dan bercanda bersama. Pada saat itu kurasa kami
bertiga bagaikan sebuah keluarga kecil yang bahagia. Setelah puas berenang, kami
kembali ke hotel untuk makan, lalu aku menidurkan Deri di kamar bersama Ayah.
Kami mendampinginya sampai Deri tertidur.

“Nissa.. terimakasih karena kamu sudah baik pada Deri.” ucap Ayah sambil bangkit
berdiri di depan jendela.
Aku mengikuti Ayah dan berdiri di sampingnya.
“Tidak perlu berterimakasih.., Nissa sayang pada anak-anak, apalagi Deri anak
yang lucu dan pintar.” jawabku tersenyum.
“Baiklah, jika mau istirahat, pergilah ke kamar sebelah..! Di sana Ina pasti
sudah menunggu.” ucap Ayah.
“Ok.., kalau ada apa-apa, Ayah panggil Nissa ya..!” jawabku sambil berlalu dan
pergi ke kamar sebelah.

Kulihat Ina sudah tertidur dengan pulas. Lalu aku mengganti bajuku dengan
lingerie yang biasa kupakai. Aku melamun selama hampir 1 jam, dan anehnya aku
mengkhayalkan bagaimana jika aku menjadi istri Ayah. Itu ide gila ya pembaca..?
Tapi aku merasa sudah mengenal Ayah seperti bertahun-tahun. Tiba-tiba pintu
kamarku diketuk, Tok.. tok.. tok.

“Ina.., Nissa..!” kata suara di balik pintu.
“Iya.., sebentar..” jawabku sambil membuka pintu.
Ketika pintu kubuka, kulihat Ayah terkejut dan menatapku lekat-lekat.
“Nissa, kamu cantik sekali.” ucap Ayah sambil tersenyum.
“Ah.., bisa saja.” jawabku sambil merapikan lingerie yang kupakai.
“Kebetulan Ayah mau ngajak kalian makan, Ayah memesan pizza tadi.”
“Wah.. Nissa suka tuh, tapi Ina sudah tidur Yah..!” ucapku singkat.

Akhirnya aku dan Ayah pergi ke kamarnya. Kami duduk di sofa sambil menikmati
pizza juga menonton televisi.
“Nissa.., Ayah sayang padamu.” kata Ayah tiba-tiba sambil menggenggam tanganku,
aku tersenyum dan entah kenapa secara spontan kucium kening Ayah.
“Nissa juga.” ucapku.
Ayah memeluk tubuhku dan aku membiarkannya. Lalu kurasakan Ayah menatap mataku
dalam-dalam.
“Kamu cantik sekali.” ucap Ayah lalu mengecup hidungku, aku diam saja dan
menikmatinya.

Ayah semakin berani, diciuminya seluruh wajahku hingga kurasakan hembusan
napasnya yang hangat. Aku pasrah karena menyukainya, lagi pula ada aliran aneh
pada tubuhku yang menuntut lebih banyak lagi. Lalu Ayah mendaratkan bibirnya di
bibirku, dilumatnya dan kubalas dengan mengulum lidahnya lembut. Kuluman Ayah
membuatku mulai sulit bernapas. Sementara itu tangan Ayah mulai menurunkan tali
lingerie-ku hingga payudaraku terlihat setengahnya.

Ditariknya tubuhku untuk berdiri dan aku menurutinya. Sambil terus melumat
bibirku, kedua tangan Ayah menarik-narik lingerie-ku hingga akhirnya terjatuh di
antara kakiku. Ayah mengelus-elus punggungku yang sudah telanjang dan mendorong
tubuhku agar duduk di sofa. Kupandangi Ayah yang sedang membuka kimono-nya, luar
biasa..! Aku menyukai badannya yang berbulu. Lalu Ayah membuka CD-nya, aku
melongo karena kagum. Batang Ayah sangat panjang dan besar, belum lagi bulu-bulu
di sekitarnya.

Ayah mendekatiku, kemudian berjongkok di antara kakiku. Dielus-elusnya vaginaku
yang masih terbungkus g-string. Aku melenguh saat jari-jarinya mengelus belahan
vaginaku. Kemudian Ayah menarik CD-ku hingga terlepas. Lalu Ayah tersenyum
karena melihat vaginaku merekah di depan matanya. Ayah mencium bibirku dan aku
membalasnya, kurasakan payudaraku tergesek-gesek bulu-bulu dadanya yang
membuatku kegelian.

Ciumannya makin liar karena telah beralih ke telinga dan leherku. Aku mulai
mendesah pelan, kuusap-usap rambut Ayah dengan lembut. Ayah meneruskan
jilatannya pada puting payudara kananku, dijilatnya beruputar-putar dan
berulang-ulang, membuatku semakin mendesah. Payudara kiriku diremas-remasnya
dengan lembut. Napasku mulai memburu karena perlakuan Ayah pada kedua
payudaraku. Selama beberapa saat aku hanya mendesa-desah.

“Ayahh.., ohh.., ohh..!”
“Ayah ingin menjadikanmu sebagai istriku, kamu mau Nissa..?” tanya Ayah
menghentikan jilatannya di payudaraku.
Aku menatap matanya dan kuanggukkan kepalaku karena aku tidak dapat berpikir
apa-apa lagi, karena nafsuku sudah tinggi. Ayah tersenyum dan melumat bibirku
sambil mengelus-elus payudaraku yang sudah basah oleh air liurnya. Lalu Ayah
menyuruhku mengangkat kedua kakiku ke atas sofa dan merengganggkannya
lebar-lebar.

Kemudian Ayah mendekatkan kepalanya di vaginaku yang sudah basah, dan mulai
menjilatinya. Aku mendesah saat ujung lidahnya menyentuh vaginaku, “Ohh..!”
Ayah terus menjilatinya secara teratur dan berulang-ulang. Aku
menggeleng-gelengkan kepalaku menahan kenikmatan. Ayah terus menjilatinya dan
mulai menyedot-nyedot klitorisku. Aku meracau sambil menjambaki rambut Ayah.

“Ahh.. teruss.. teruss, enak Yahh..! Ohh..!”
Ayah terus menyedot-nyedot dan aku pun berteriak seiring dengan menjepit kepala
Ayah kuat-kuat. Kusemburkan cairan kewanitaanku dan Ayah menjilati dan
menghisapnya pelan sekali. Mungkin dia tahu aku menahan ngilu pada vaginaku.
Ayah lalu mencium payudaraku dan menghisapnya cukup lama hingga aku terangsang
kembali. Aku langsung menggenggam batangnya yang sudah tegang itu. Kuelus-elus,
kemudian kumasukkan dalam mulutku. Kujilat-jilat, kugigit-gigit lembut kepala
batangnya. Ayah melenguh mengusap-usap rambutku.

“Nissa.. teruss.. Sayangg..! Hisapp teruss Sayangkuu..! Ohh..!” desahnya.
Aku terus menghisap dan mengeluar-masukkan batang Ayah dalam mulutku semakin
cepat, kukocok-kocok semakin cepat dan kuat.
“Akhh.. Nissaa.. Ayahh.. mauu.. keluarr..!”
“Crot.. crott.. crott..!” batang Ayah menembakkan spermanya ke dalam mulutku aku
tersedak dan menelan sperma Ayah.

Kuhisap-hisap ujung penisnya sampai bersih, Ayah melenguh dan ambruk di
sampingku. Kemudian kucium bibir Ayah.
“Nissa sayang Ayah..!” ucapku sambil membiarkan Ayah meremas payudaraku.
Lalu Ayah menggendongku sambil terus melumat bibirku, dibaringkannya tubuhku di
samping Deri.
“Ayah.., nanti Deri bangun.” ucapku pelan.
“Sstt..!” guman Ayah sambil mengangkat Deri dan dibaringkannya di sofa.
Kemudian Ayah mendekatiku dan menindih tubuhku, diciumnya bibirku dengan hangat.
Tangannya meremas-remas pantatku, lalu bibirnya turun di atas payudaraku dan
diciumnya sambil dihisapnya bergantian. Aku hanya mendesah keenakan ketika
dibukanya kedua kakiku dan Ayah berjongkok dan mulai menjilati vaginaku. Aku
mendesah-desah tidak kuat, tapi Ayah terus menjilati dan menghisap-hisap
vaginaku yang sudah basah lagi. Ayah pun sepertinya sudah tidak tahan, sehingga
diarahkannya batangnya ke lubang vaginaku. Kemudian digesek-gesekkannya kepala
batangnya yang plontos itu di belahan vaginaku berulang-ulang. Aku melenguh
menahan sensasi nikmat di daerah vaginaku.

Setelah semakin basah, Ayah menekan kepala batangannya untuk masuk lebih dalam
pada lubang vaginaku.
Diperlakukan seperti itu aku berteriak, “Akhh.. sakitt.. Yah..!”
“Tahan sedikit Sayang..!” ucap Ayah menenangkanku.
Kemudian Ayah mencobanya lagi hingga berkali-kali. Dan akhirnya, Blessh.. Ayah
menekan batangnya dalam sekali hingga selaput daraku robek. Aku menjerit menahan
nyeri dan merasakan vaginaku begitu sesak.

Ayah mendiamkan aktifitas tubuhnya sambil mengelus-elus tubuhku. Tidak terasa
air mataku menetes setelah beberapa saat ayah menggerakkan pinggulnya dan mulai
mengeluar-masukkan batang kemaluannya. Aku melenguh nikmat sekaligus perih. Ayah
menggenjotku selama 10 menit. Vaginaku sudah semakin basah dan aku menjerit
karena mendapatkan orgasme lagi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut. Ayah
mendiamkan batang kejantanannya di dalam vaginaku sambil menyedot-nyedot
payudaraku.

Kemudian Ayah mencabut batangnya dan menyuruhku menungging. Kurasakan vaginaku
dimasuki kembali batang kemaluan Ayah, setelah itu mulai dikeluar-masukkan
kembali ke vaginaku dengan pelan. Sementara itu tangan Ayah masih meremas-remas
dan menarik-narik puting payudaraku dengan kuat. Aku mulai mendesah menahan rasa
nikmat.
“Ayahh.., ahh.. teruss.. sodokk.. sodokk.. enakk sekali..!” racauku tidak tahu
malu.

Ayah terus menekan dan menarik batangnya semakin cepat, dan aku semakin meracau
tidak karuan.
“Akhh.., Nissaa suka.. ohh.. teruss.. ahh..!”
Ayah terus meyodok vaginaku dengan kuat, aku pun memaju-mundurkan pantatku
sehingga persetubuhan kami sangat menggairahkan. Aku dan ayah mendesah-desah
penuh kenikmatan.

“Ohh.. auhh.. akhh..!” aku pun makin keras mendesah.
Ayah semakin cepat mengeluar-masukkan batang kejantanannya.
“Ahh.. Nissa mau keluarr.. Yahh..!” teriakku karena aku akan orgasme.

Ayah semakin gencar menyodok-nyodok vaginaku sambil terus menarik-narik dan
meremas-remas payudaraku. Sodokan-sodokan pada vaginaku membuatku menjerit
karena merasa tidak tahan lagi.
“Akhh.. ehhmm..!” lenguhku.
Tubuhku lemas sambil memeluk Ayah kuat-kuat. Karena Ayah belum orgasme, Ayah
terus mengeluar-masukkan batangnya tanpa memperdulikan vaginaku yang masih
ngilu.

“Ohh.. ahh.. Nissaa engga kuatt.. aughh..!” teriakkanku malah makin membuat Ayah
semakin cepat menghujamkan batangnya pada vaginaku.
“Ayahh.. hampirr.. Sayang.., tahan sebentar.. ohh..!” lenguh Ayah.
Lalu kurasakan Ayah memelukku erat-erat seiring dengan tembakan spermanya,
rasanya hangat dan nikmat. Tubuhku lunglai dan Ayah masih mendiamkan batangnya
berada dalam vaginaku. Kami berpelukan sambil mengatur napas.

Setelah agak tenang, Ayah mencabut batangnya. Kemudian kami berciuman dengan
mesra, lidah kami saling berpaut diselingi hisapan-hisapan Ayah di lidahku.
Tangan Ayah tentu saja meremas-remas payudaraku. Semakin lama kami semakin
terangsang kembali. Ayah memainkan puting payudaraku, dijilat-jilatnya dengan
rakus dan terus menghisap dengan penuh nafsu. Aku mulai mendesah merasakan
vaginaku basah kembali. Ayah meneruskan jilatannya ke perutku, kemudian
menyuruhku mengangkat dan melipat kedua kakiku ke atas hingga berada di antara
kepalaku. Dengan posisi ini sudah jelas vaginaku yang basah terbuka lebar di
depan matanya.

Ayah menjilat-jilat vaginaku sambil menusuk-nusukkan lidahnya di antara belahan
vaginaku. Mendapat rangsangan seperti itu aku mendesah tidak terkendali lagi.
“Ohh.. Ayahh.. enak sekali.. teruss.. ohh.. hisapp teruss..! Hisapp.. memekk
Nissa.. ohh..!”
Ayah semakin cepat menghisap-hisap vaginaku yang banjir oleh cairan
kewanitaanku. Aku semakin merengganggkan kedua kakiku lebar-lebar agar Ayah
lebih leluasa melakukan gerakannya.

Jilatan-jilatan di vaginaku yang enak itu membuatku memohon-mohon.
“Ohh.. Ayahh.., masukkan..! Nissaa.. mohon..!” pintaku pada Ayah.
Ayah pun menggesek-gesekkan batang kejantanannya di vaginaku yang becek. Aku
melenguh nikmat, mulutku mendesis-desis tidak tahan. Ayah memasukkan batangnya
pada lubang vaginaku.
Penetrasinya itu membuatku terus meracau, “Oh.. enakk Yahh.. yeahh.. lebih
cepat.. ohh.. enakk sekali.. sodok.. terus.. memek Nissa Yahh..! Akhh.. mmff..
ohh..!”
“Iya Sayangku. Ayahh.. suka memek kamu.. ohh.. Nissaa..!” racau Ayah membalasku.

Genjotan ayah di vaginaku semakin cepat dan liar hingga terasa menyentuh
rahimku.

“Nissa.. mau keluar Yahh.., ohh..!” teriakku.
“Ayahh.. juga Sayang.., ohh..!”
Crott.. crott.. crott..! Kami berdua menjerit, bersamaan itu kurasakan tembakan
sperma Ayah yang kuat. Ayah mencium bibirku. Karena kelelahan, kami pun tertidur
lelap.

Paginya saat kami bangun, Deri naik ke ranjang.
Dia yang tidak mengerti apapun tersenyum manis sambil berkata, “Deri juga mau..
bobo ama Bunda Nissa yah.”
Kami hanya berpandangan dengan penuh kemesraan sambil memeluk Deri.

Keesokannya ketika aku datang ke kamar Ayah, dia sedang berbaring di tempat
tidur. Kudekati dan duduk di tepian ranjang.
“Kenapa Deri dan Ina pergi jalan-jalan tanpa Ayah..?” tanyaku pada Ayah.
“Ayah sedikit pusing Sayang.” jawab Ayah sambil tersenyum.
“Hmm.. Nissa pijit ya..?” Ayah pun mengangguk.

Aku pun memijit dahi Ayah sambil menatap matanya. Mungkin karena gemas, Ayah
menarik kepalaku dan mencium bibirku dengan lembut, lalu dikulumnya dan
dihisap-hisapnya lidahku, aku pun membalasnya. Tiba-tiba tubuhku ditarik ke
sampingnya dan Ayah menindihku sambil menciumi leherku, kemudian kembali lagi
melumat bibirku yang basah.

Ayah menarik baju ketat yang kupakai. Aku pun membantu Ayah melepaskan seluruh
pakaiannya hingga kami berdua telah telanjang. Lalu Ayah berbisik di telingaku.
“Sayang.., Ayah ingin bercinta denganmu.” aku hanya tersenyum.
Tanpa dikomando, Ayah mencium bibirku dan tangannya sibuk meremas-remas
payudaraku.
Aku pun mulai meresponnya dengan desahan, “Ahh.. Ayahh..!”
Ayah meneruskan jilatannya ke leherku, ketiak dan mengakhirinya di payudara
kiriku. Dijilatinya seluruh payudaraku hingga basah.

Lalu Ayah berdiri menuju selangkanganku. Aku pun mengangkangkan kedua kakiku dan
kurasakan jari Ayah menyibakkan vaginaku. Jilatan lidahnya membuatku tersentak
dan medesah tidak karuan, apalagi Ayah melakukannya berulang-ulang. Refleks
kakiku bergerak menjepit kepala Ayah, tapi Ayah memegangi kedua kakiku agar
tetap dalam posisi mengangkang. Yang kurasakan saat itu adalah jilatan-jilatan
Ayah yang sungguh luar biasa. Cairan kewanitaanku meleleh keluar terus menerus.
“Ohh.. Ayahh.. Nissa engga kuatt lagi.. ahh..!” jeritku sambil mencengkram
seprei yang kami tiduri.

Setelah hampir 10 menit menjilati dan menghisap-hisap vaginaku, akhirnya aku
mencapai orgasme, kujepit kepala Ayah. Ayah pun bangkit, kemudian tubuhku
ditindihnya, bibirnya mencium bibirku dengan sangat bernafsu. Tangannya tidak
mau kalah meremas-remas payudaraku dengan kuat. Lalu Ayah bersimpuh di antara
pahaku dan menggesek-gesekkan jempolnya di belahan vaginaku yang masih basah.
Aku medesah keenakan, “Ahh.. Ayahh.. enakk.. Sayangg.., nikmat sekalii..!”

Aku semakin membuka kakiku lebar-lebar, Ayah dengan sigap mengarahkan batang
kejantanannya yang sudah menegang itu ke vaginaku. Lalu kurasakan
gesekan-gesekan kepala batang penisnya yang sangat enak dan hangat.
“Ohh.. Ayahh.., teruss.. Sayangg.. aughh.. enak sekali..!”
Ayah pun menekan batang kemaluannyanya hingga amblas.
“Akhh..!” jeritku.
Lalu ayah mengeluar-masukkan batangnya. Saat itu juga aku mendesah-desah lagi,
cairan kewanitaanku mulai keluar dari vaginaku.

Ayah nampaknya mengerti keadaanku, sehingga dinaikkannya tempo gerakannya.
Ditarik.. ditekan.. berulang-ulang. Dengan refleks kugoyang pinggulku ke kanan
dan ke kiri. Akhirnya aku merasakan ada kekuatan yang menjalar di vaginaku.
Aku meracau keras, “Ahh.. Sayang.. teruss.., Ayahh.. ohh.. ohh.. Nissa.. mauu..”

Ayah pun ikutan meracau, “Iya.. Sayang.. ayo keluarkan.. ayo..! Agar memekmu
bisa meremas kontolku..! Aohh..!”

Tanpa dapat kami bendung lagi, aku dan Ayah menjerit bersamaan.
“Ayahh.. keluarr.. ohh..!”
“Ayahh.. ohh..!” jeritku sambil berpelukan dengan erat.
Kurasakan lelehan cairan keluar dari vaginaku. Ayah mencium bibirku, tubuh kami
terkulai lemas.

Beberapa saat kami terdiam sambil berpelukan. Lalu Ayah menyuruhku berdiri di
dekat meja. Aku menurutinya saat satu kakiku dinaikkan di atas meja dan kedua
tanganku bertumpu pada dinding. Ayah mencium bibirku, sedangkan tangan kirinya
mengorek-ngorek vaginaku yang terbuka lebar. Aku mendesis saat jari-jari ayah
menggesek-gesek klitorisku.
“Ahh.. Sayang.., teruss..! Ohh memek Nisa.. ohh..!” racauku.
Ayah tersenyum dan menimpali racauanku, tetapi tangannya masih mengorek-ngorek
vaginaku yang sudah lembab.

“Kenapa memek kamu Nisa sayang..?”
“Ohh.. Ayahh.. memek Nissaa.. basahh.. Yahh.. ohh..!” jawabku sambil melenguh
tidak kuat.
“Iya.. Sayang, memek kamuu basah.. Ayahh.. suka. Nanti kontol Ayah akan
bersarang di sana sayangku..!”
Mendengar kata-kata jorok Ayah, aku semakin gila dan terangsang.

“Ohh.. Ayahh.. teruss.. lebihh.. cepatt..! Nisaa.. mauu..” ucapku lirih.
“Mau.. apaa.. Sayang..?” ucap Ayah sambil terus menggesek-gesekkan klitorisku
yang semakin besar.
“Ohh.. Nissaa.. mauu.. kontol Ayahh.. ahh.. Ayahh.. masukin dong..! Memek..
Nissaa.. inginn.. kontol.. Ayahh..!” jawabku tidak terkendali lagi.
“Baikk.. Sayang.., memekmu sudahh tak tahan ya..? Rasakan kontol.. Ayahh.. ini..
ohh..!” ucap Ayah sambil mengarahkan batang kejantanannya pada lubang vaginaku
dan menggesekkannya ke atas ke bawah.. berulang-ulang.

Aku medesah penuh kenikmatan, “Ohh.. enakk.. Yahh.. masukkan lagii.. ohh..!”
pintaku pada Ayah.
Ayah pun langsung menekannya hingga amblas pada vaginaku.
“Akhh..!” jeritku menahan rasa sakit.
Ayah mengeluar-masukkan batangnya dengan cepat. Aku semakin menjerit histeris.
“Oh.. Ayahh.. enakk.. kontolmu.. masukk.. memekku.. ohh..!”
“Iya.. Sayang.. terimalahh.. kontolku.. oughh..!” lenguh Ayah sambil terus
menggenjot vaginaku semakin cepat.

Gerakanku semakin liar, napas kami turun naik menahan kenikmatan yang telah
sampai pada ubun-ubun kepala kami.
Akhirnya aku menyerah sambil menjerit keras, ” Ahh.. Sayang.. memek.. Nissa..
mauu.. keluarr.. ohh..!”
“Iya.. Ayah.. jugaa.. tahan.. Sayangku.. rasakan.. pejuhku.. yang banyak ini..
ohh..!”
“Ayah, Nissaa.. ohh.. ohh..!” desahku menyambut orgasme yang kurasa akan
meledak.
“Iyaa.. Sayang, keluarkan.. Sayang.. Ayahh.. ingin.. memek.. kamu mejepit kontol
Ayahh.. ahh..!” racau Ayah menggenjotku keras dan sangat cepat.

Aku dan Ayah memekik bersamaan, “Akh.. ohh..!”
“Crott.. crot.. crot..!” sperma Ayah memenuhi vaginaku.
Ayah memelukku erat sambil menahan tubuhku yang sudah ambruk pada pundaknya.
Dicabutnya batangnya, kemudian kujilati hingga bersih. Kami pun naik ke ranjang
dan tertidur.

Kejadiaan itu terus berulang selama 3 bulan setelah aku mencoba memberanikan
diri untuk mendekatkan diriku pada seseorang pria. Dan hubungan kami bertumbuh
menjadi hubungan yang serius, aku menjadi kekasihnya. Akhirnya aku pun kemudian
menikah dengannya.
Posted by admin at 04:19 0 comments
Hadiah Spesial Buat Riniku
Hujan turun deras sekali penglihatan sedikit kabur karena kaca mobil tertutup
embun yang menempel dikaca depan. AC kunyalakan walaupun udara terasa dingin
menusuk tulang. Saat itu sudah jam 7.30 pagi, jadi sudah tak mungkin lagi
menunda untuk berangkat kekantor apalagi jam 8.00 ada janji meeting dengan
client.

Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan di depan rumah tidak begitu
lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh setelah satu tikungan
kekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion besar warna merah diperempatan
jalan dan itulah jalan raya yang akan membawa arah perjalananku menuju kantor.

Persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang melambaikan
tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak bisa melihat dengan
jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat deras, tetapi dia berambut
sebahu dan berseragam SMU.

Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan
dan duduk disebelahku.

“Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada
terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om.”

Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah baju
karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih.. Bersih.. Dan
ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis lurus ditengahnya.

“Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit, apalagi
diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi enggan lewat
sini.”

Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah
digenangi air hujan.

“Om kantornya dimana,” dia memecah kesunyian.

“Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana,” aku bertanya sambil melirik
wajahnya.

Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya sungguh
cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan mancung sedangkan alis
matanya hitam melengkung tipis diatas matanya yang bulat bersinar.

Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki genangan
air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir seperti gulungan
ombak pantai selatan.

“Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih,” dia
mengingatkan sambil menepuk pundakku.

“I.. i.. ya” jawabku sedikit tergagap.

“Kamu sekolah dimana,” kuulangi pertanyaan yang belum dia jawab sekedar
menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.

Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi banyak
ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di bar-bar sampai
mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti menjadi seperti seekor
tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU. Aku merasa kehilangan bahan
pembicaraan, padahal dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku
yang suka ngelantur.

“Di.. ” dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.

“O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik
metromini.”

Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol
dan mengembalikan rasa percaya diriku.

“Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh
kok.”

“E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah
lihat kamu selama ini.”

“Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku sekolah di
Kudus sama Ibu, tapi.. ” dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti
menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum berkenalan.

“Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?” aku bertanya tiba tiba agar dia
tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidak mau meneruskan cerita tentang masa
lalunya di Kudus sana.

“Rini Om, Rini Kusumawardhani.”

“Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu,” aku mulai melepaskan
tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha ha ha awas ada
semut.

“Ah.. Om bisa aja,” dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku meronta melihat
rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat. Awan diufuk
barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..

“Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar tol.”

Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku melirik ke kiri,
tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela kerah bajunya. BH ukuran 34b
sedang terisi dengan sempurna oleh gelembung payudara yang kelihatan tambah
putih dibalik baju seragamnya.

“Yang ini Om.. Oup,” tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua
payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka diurutan
paling atas.

“Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan,” aku menjawab sambil memalingkan muka
dan lansung menginjak rem karena mobil di depan berhenti tiba tiba. Tangan
kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk
pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.

Kali ini dia berteriak kecil
“Maaf Om aku nggak sengaja,” tiba tiba dia menutup muka dengan kedua tangannya
karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat berpegangan tadi,
tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang sesuatu yang sedang bergerak
tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku.

Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku menjalar ke
batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah kepalanya, gerakan itu
begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang oleh tangan halus si Rini.
Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan
dan hapir mentok di stir mobil.

“Alah mak. Jan..” kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson mobil
dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.

“Oi! pacaran jangan di tol, no pergi ke..” sisopir mengumpat sambil menyebutkan
sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil goyang.

Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU di Mampang
Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia menunggu di depan
wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.

Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah ke
Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya tidak sanggup
membiayai sekolahnya.

Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain walaupun
dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih memperhatikan kepentingan
anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum buat si Rini.

Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos angkot
sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau memang lagi ada.


Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat saja, kalau
dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia akan mampir
ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza yang cukup besar.

Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1 atau 2
jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti kenapa Rini jadi
begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan dan adakalanya dia minta
dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering
yang paling dia harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia
terus terang bicara.

“Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini nggak nemui Om dan juga sama sekali
nggak ngasih kabar.”

Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan dipantai
Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan kepalanya. Tanpa dia
sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh ujung payudaranya apalagi
ketika dia semakin erat merangkul. Payudara itu begitu kenyal dan kelelakianku
tiba tiba mulai terusik.

“Memangnya ada apa,” aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku
tembok dibawah pohon kelapa.

“Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah sudah 2 bulan
tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya.” Dia merenung sambil
memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu nelayan dan
sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak turun di Sukarno Hatta.

“O.. Itu masalahnya, lantas kenapa kamu nggak ngomong aja sama Om”

“Nggak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi..” dia menjawab sambil tersenyum.

“Rini.. Gini aja deh, kamu kan sudah tahu kalau Om mau Bantu kamu, tapi kalau
kamu nggak bilang, Ya terang aja Om nggak tahu! iya toh.”

“Makasih Om.. Terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk yang satu ini.
Om nggak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku akan berterimakasih
sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku.. Itu aja.”

Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampa tanpa gairah. Aku
begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya seharusnya dihiasi oleh
tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus menanggung beban demikian berat.

“Oup.. ” Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus
siklus lamunannya.

“Om nakal ya..” dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.

Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan keinginan untuk
balas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebahkan dia diatas kedua pahaku, dia
sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu terjadi demikian cepatnya. Akhirnya Rini
meraih tangan kiriku dan entah sengaja atu tidak tanganku didekap erat
didadanya. Oooh.. Lembutnya daging itu, payudara muda yang masih segar dan ranum
telah mengalirkan sensasi elektrik ribuan volt ke sekujur tubuhku.

Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh punggungnya, karena
posisi tidurnya persis tepat di atas batang penisku. Aku tahu itu karea Rini
berusaha mengangkat pungungnya untuk kembali duduk dan wajahnya kelihatan
memerah karena malu. Tapi dengan lembut gerakan duduknya kutahan dengan menekan
dadanya.

“Rin.. Sudah tidur aja.. Nih Om kipasin biar nggak gerah.”

Aku hanya sekedar bicara karena jujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain
yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku.

“Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja kamu salah
langkah akan bubar semuanya. Sabar.. Sabar, gunung nggak usah dikejar emang dia
nggak pernah lari kok.”

Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan tanganku
menekan kedua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak beraturan ketika pelan
pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk payudaranya. Ini adalah pengalaman
pertama buat payudaranya disentuh tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik
baju dan BH, tetapi buat Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia
sulit bernafas karena mulai terangsang.

“Rin kita pulang yok, sudah jam 8 nanti pamanmu bingung dan lapor polisi.”
Kataku sambil bercanda.

“Nanti aja Om.. Bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi,” dia makin erat
memelukku.

“Oupt.. Besok besok kita bisa jalan ke sini lagi, tapi kalau kamu dimarahin
karena terlambat pulang, ya.. Kita akan kesulitan untuk jalan jalan lagi..”

Aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.

“Ok deh Om..” dan secepat kilat dia mengecup pipiku. Aku hanya bisa terdiam
kaget, karena nggak nyangka.

“Lho kok bengong Om.. Katanya mau pulang, ayo.” Rini menarik tanganku.

“Ayo,” kami berjalan berdekapan.

Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku agar aku
menemuinya di tempat biasa kami ketemu, di sebuah café dibawah kantorku jam 4
sore. Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku nggak lihat batang hidungnya si
Rini, tiba tiba ada bisikan lembut di belakang kupingku.

“Surprise!!”

Aku sempat nggak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita cantik dengan
celana jean dan kaos ketat berdiri di depanku. Pahanya yang panjang dan mulus
terlihat jelas dibawah balutan celana jean. Disela pahanya tergambar jelas
belahan kewanitaan yang belum pernah tersentuh laki laki. Kaos ketat mempertegas
beberadaan dua gunung kembar didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit
pendek memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil
tepat di bawah pusar. Oh.. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.

“Jangan ngliatin gitu dong Om! emangnya nggak pernah lihat cewek pakai jean”

“Sorry, Rin.. Kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung.”

“Ah jangan ngerayu ah..”

“Nggak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini,” aku bertanya sambil
menggamit tangannya untuk mencari tempat duduk.

“Ehem.. Ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi, aku sudah
lulus, lulus, lulus dan merdeka dari segala pasungan dan aturan sekolah..
Katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.

“Eh ingat kita lagi di café.. Tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu.”

“Sorry lah, habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan
daku kalau nggak bisa nahan diri.”

“Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar besarnya,
karena kalau bukan Om yang Bantu sudah pasti sekolahku berantakan.”

Dia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.

“Rin, nggak enak dilihatin tuh” aku berlagak alim lah dikit.

“Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om, kalau ditempat yang
sepi.. Wah bisa bahaya dong..!” Dia mencubit hidungku dengan gemas.

Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami, “Lha ini bapak sama
anak atau Om sama.. Pacar mudanya ya!”

Mereka nggak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang tumbuh,
sedangkan aku adalah laki laki ‘Tua sih belum tapi muda sudah lewat’ ibarat
mangga sudah mengkal kata orang Betawi, sudah nggak enak dirujak.
Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat kehidupan
saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh semangat dan gairah
muda yang berkobar dari Rini sedangkan dia butuh tempat berlindung yang kokoh
dan teduh dari aku.. Klop deeh.

“Hei jangan nglamun,” Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di
depanku tapi aku tidak menghiraukannya.

“Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia,” aku
memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.

“Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!”

“Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan”

“Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini
minta sesuatu dulu.. Gimana Om.”"

“Ok nggak masalah”,. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.

“Rini tahu kok, Om nggak pernah mau ngerayain HUT Om, tapi kali ini Rini minta
untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain ya!” Kulihat wajahnya
sangat berharap.

Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya pesta HUT gitu,
jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya ulang tahun.

“Well.. Kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin”"

“Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat yang jauh
dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!” belum sempat kujawab
Rini sudah ngrocos lagi.

“Jangan khawatir, Rini tadi sudah pamit mau nginap di rumah teman sama paman.”

Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.

“OK apa kita mau ke Ancol!”

“Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat
ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam”

Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas, maka kami
langsung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai yang memang sudah
tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi sangat strategis,
tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap langsung ke selat Sunda dan
Pelabuhan ferry.

Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya dia sudah siap
dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga lekuk tubuh dan tonjolan
dadanya begitu jelas.

“Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om,” aku
bertanya sambil telentang ditempat tidur.

“Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga,” Rini merebahkan diri disamping
kananku.

Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir bersentuhan. Aroma
nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang wangi membuat gelora hasratku
terpancing.

Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah memejamkan matanya.
Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini dengan lembut. Rini seperti
tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit mengigil dan nafasnya jadi memburu.

Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung lidahku
kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai kujilati dengan
penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan keinginan ku sedemikian rupa
agar Rini dapat merasakan suatu sensasi kelembutan yang membuai dan akan membuat
dia terhanyut dalam kenikmatan.

“Rin.. Boleh nggak Om teruskan,” aku berbisik sambil mengecup kupingnya.

Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak
telentang dalam dekapanku.

“Nggak pa pa Om terus aja,” Rini menjawab disela deburan jantungnya yang
menggila.

Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang,
“Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua.”

“Nggak apa apa Rin,” aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku
meluncur di lehernya yang jenjang.

Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun.. Turun.. Dan Ouh..
Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya, buah dada itu begitu ranum,
kulitnya putih dan halus, disekitar putingnya berwarna coklat kemerahan,
ditumbuhi bintik bintik putih halus melingkar memagari puting susunya yang
kehitaman dan sudah berdiri tegak.

Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda dan baru
pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan padat membuat aku
tak sanggup lagi menahan diri.

Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar.

“Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. ”

“Nggak tahan apanya Rin”

“Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja”

Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami rangsangan seperti ini.

“Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin aja,” aku
berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting susunya.

“Om.. Terus Om..”

“Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya.”

“Terserah Om.. Aja”

Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang telanjang lonjong
eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang pasrah dihadapanku.
Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan cairan putih bening pertanda
siap tempur. Rini kembali kudekap dengan pelan, penisku kutempatkan persis
ditengah belahan vagina Rini.

“Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. ”

“Iya sayang.. Om Juga”

Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh
clitoris Rini.

“A.. aduh Om..”

Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai terangsang
dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya merekah setengah terbuka dan
basah oleh hasrat kewanitaan yang minta dipuasi. Sementara aku mulai merasakan
cairan panas mengaliri batang penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar
bagaikan mata air pegunungan sukabumi, kental dan licin.

Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar dari bawah
ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku menyadari ini belumlah
saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini harus diberi kenikmatan puncak
senggama dengan cara lain, setelah nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama
kali didalam hidupnya, barulah penetrasi akan akan kulakukan.

Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina Rini terbentang
jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan (nggak pernah disampoin
kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut membentuk lingkaran kecil seakan
disiapkan buat tempat pendaratan lidahku.

Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.

“Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman kalau vagina
Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks.. Oouuh padahal Rini masih kepingin
lebih lama ngerasain seperti ini.”

Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar tersebut.
Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara ketika bibir vaginanya
kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah membayang dipinggir bibir dan
lubang vagina yang sekarang telah dipenuhi cairan putih bening nan wangi.

Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini
betul betul terbuka menantang penisku.

“Rin.. Kita peting aja dulu ya.. ”

“Peting itu apa Om.. ”

“Nih. Begini nih”

Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini dan dengan
gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok bibir vagina dan
clitoris Rini.

Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang penisku lebih erat
menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan pingul Rinipun mulai turun
naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir vagina Rini semakin banyak membuat
penisku dengan leluasa bergerek didekapan vaginanya.

Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh ujung
penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin menyemprot,
kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah duluan sebelum Rini dapat
kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin liar, dia mulat menggigit bahu dan
tetekku, jemarinya mencengkram kencan pantat belakangku.

“Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari bawah vaginaku..
Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak tahan.. Om tolong gosokkan
penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang ouhh..”

Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun merasakan gerakan
sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela kedua torpedoku, terus meniti
batang, terus kebagian kepala dan sekarang tepat diujung penis

“OOh.. Rin.. Omm lepass sayang..”

Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu begitu
kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam dan sama sekali
tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut Riniku yang telah tertidur
pulas.

Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun tiba tiba aku
menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini langsung terangsang dan
mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan lain biarkan perut menunggu
sebentar, toh yang bibawah perut juga kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan
hangat, pelan tapi pasti pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas,
kecup dibalas kecup, jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku
lakukan.

Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan lembut menuju
clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap puncak es cream, lembut,
pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah. Dengan gerakan tiba tiba Rini
mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang mengangkangi kepala ku, vaginanya
persis diatas mulutku dan bibirnya siap mematuk penisku.

Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung
penisku

“Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya..”

“Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong..”

Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini. Lidahku kembali beraksi,
kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena posisi ku tepat dibawahnya.
Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin menjepit mukaku, tapi hisapan dan
kulumannya dipenisku juga semakin kencang. Kupikir inilah saatnya keperawanan
Rini harus kunikmati. Dengan klimaks yang sudah dia rasakan ditambah dengan
rangsangan yang saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya
kukira tidak akan membuat dia kesakitan.

Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat bibirnya masih
berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut bibirnya dan cairan itupun
besih menghilang. Kakinya terentang membuat posisi vaginanya jelas terbuka,
pelan pelan kutempatkan ujung penisku dilubang vagina Rini tetapi aku masih
diam. Aku ingin dia merasakan sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.

“Oom ayo dong,” Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.

“Mm..” aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat dan tanpa
dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka jalan masuk ke
vaginanya.

“Om.. Perih..” Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan
menuju singasananya.

Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan gerakan maju
penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit perih. Kutarik penisku
dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya. Dengan gerakan mencongkel yang
lembut ujung penisku beradu dengan clitorisnya.

“Om aku nggak tahan..”

Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali kuarahkan ke jalan
yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung penis menerobos dengan
lancar.

“Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali.”

“Masih perih sayang,” kataku berbisik dikupingnya.

“Nggak papa Om terus aja”

“Nih.. Om tusuk ya.”

“Iya Oom.., yang dalam Om.”

“Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat
sekali saya.. Ng..”

“Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini.”

“Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak
itu.. Aja Ouhh!”

Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam
hidupnya.

“Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan..”

“Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi
juga bisa.”

Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan lembut, makin
ke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku nggak tahu apa apa lagi,
yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir Rini diseputar kepala penisku.

“Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambil dijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah
sayang.. Oh.”

Pandanganku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti mengapung, ketika
semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat dari ujung penis dan
membasahi bibir dan hidung Riniku.

Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang ditelan banjir
bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada satu perusahan pengelola
pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia kukursuskan bahasa Inggris di salah satu
tempat kursus ternama di dekat kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang
ayu serta sifatnya yang supel akhirnya dia diterima di perusahaan itu.

Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur dan tulisan
Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah hadiah dari Rini sewaktu
dia menerima gaji pertamanya.

“Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah kembali
lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan Rini.. Rini lain
menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan semua apa yang pernah kau
terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku menjagamu.”
Buat anda yang mau menggantikan Riniku silahkan hubungi aku di
omkusayang@yahoo.com kamu akan jadi pengganti Riniku yang hilang dengan segala
haknya.
Posted by admin at 04:18 0 comments
Guru Matematikaku
Waktu aku kelas satu SMA ada guru matematika yang cantik dan sangat enak jika
memberikan pelajaran. Namanya Asmiati umurnya dua puluh sembilan, kulitnya putih
halus dan bodynya padat berisi terlebih lagi dia menikah pada usia dua puluh
tujuh tapi sekarang janda karna suaminya meninggal waktu usia perkawinan mereka
baru tiga bulan karna kecelakaan lalulintas. Yang aku senang dari Bu Asmi adalah
jika mengajar ia sering tak sadar kalau bagian atas bajunya agak terbuka
sehingga tali BH pada bagian pundaknya sering terlihat oleh aku yang jika
pelajarannya selalu mengambil duduk di depan dekat meja guru. BH yang dia
gunakan selalu warna hitam dan itu selalu menjadi tontonan gratisku setiap
pelajarannya.

Pagi itu sekitar jam delapan lewat kami sudah dipulangkan karna akan ada rapat
guru. Aku agak kesal karna pelajaran kedua matematika artinya aku gak bisa
ngeliat pemandangan indah hari ini, dan untuk menghilangkan suntuk aku pun pergi
main ketempat kawanku. Aku masih tak tahu aku akan dapat rejeki nomplok.

Sekitar jam sembilan lewat aku pergi pulang, dan pada saat lewat sekolah aku
melihat Bu Asmi sedang menunggu angkot, aku pun mengajaknya
” mari saya antar Bu ” ajakku tanpa berharap dia mau
” tapi rumah ibu agak jauh ko ” ia mencoba menolak
” gak pa-pa kok bu, gak enak sama guru PPKN ” candaku
setelah berpikir sebentar akhirnya ia mau ” iya deh tapi ibu pegangan ya soalnya
ibu pernah jatuh dari motor ”
” silahkan Bu ” setelah itu kau menjalnkan motorku dengan kecepatan sedang.
Tangan Bu Asmi yang berpegangan pada pahaku menyebabkan reaksi pada penisku,
apalagi jika mengerem pada lampu merah aku merasa ada sesuatu yang empuk menekan
dari belakang.

Sampai dirumahnya yang agak berjauhan dengan rumah-rumah yang lain aku disuruh
masuk dulu. Dan ketika sudah duduk di sofa empuk Bu Asmi bicara
“ibu ganti baju dulu ya ko ”
setelah itu ia masuk kamar dan menutup pintu mungkin karna kurang rapat sehingga
pintu itu terbuka lagi sedikit. Entah setan mana yang masuk kekepala ku sehingga
aku memberanikan diri untuk mengintip ke dalam. Di dalam sana aku bisa melihat
bagaimana Bu Asmi sedang membuka satu persatu kancing bajunya dan setelah
kancing terakhir ia tidak langsung menanggalkan bajunya, tapi itu sudah cukup
membuat napasku membuat nafasku memburu karna kau bisa melihat kalau sepasang
dadanya yang besar seperti hendak melompat keluar. Karna terlalu asyik pintu
itupun terbuka lebar. Aku kaget dan hanya bisa mematung karna ketakutan. Bahkan
penisku langsung mengkerut.

Melihat aku, Bu Asmi tidak terlihat kaget dan tetap membiarkan bajunya terbuka.
Setelah itu ia mendekati aku
” kamu sering ngeliat BH ibu kan ” tanyanya didekat telingaku
” i..iya Bu ” jawabku ketakutan.
” kalau gitu ibu kasih kamu hukuman ” lalu ia menarikku dan didudukkan ditepi
tempat tidur.
” sekarang kamu baring tutup mata dan jangan gerak kalo teriak boleh aja ”
katanya dengan suara nafas yang agak memburu.
Aku pun menurut karna merasa bersalah. Lalu ia membuka retsleting celana
sekolahku menurunkan CDnya dan mengelus-elus penisku dengan lembut, setelah
penisku tegak lagi dia berjongkok dan menjilatinya.
“auh.. uh.. uuh ..” rintihku menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan
aktivitasnya
“ah .. mmhh.. Bu stop bu” rintihku karna aku merasa seperti mau meledak
Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot penisku. Tubuhku semakin
mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan putih itu dan aku
langsung terduduk sambil berpegangan pada tepi ranjang.

Rasanya seperti sedang melayang, ia telan habis spermaku sementara aku masih
terduduk kaku, malu takut dan senang bercampur jadi satu. Bu Asmi lalu berdiri
dan tersenyum
“gimana..lebih enak dari pada cuman liat khan..?” sambil kedua tangannya
menjambak rambutku
“iya Bu enak sekali” jawabku mulai berani sambil ikut berdiri.
Setelah wajah kami berhadapan ia menciumku dengan lembut, lalu membimbingku
duduk ditempat tidur. Kami berpelukan dan Asmi kembali menciumku, lalu melumat
bibirku sementara tangannya menanggalkan seluruh pakaian ku, dengan tangkas aku
mengimbangi gerakan tangan itu sehingga akhirnya kami sama sama tanpa pakaian.
Bedanya aku telanjang bulat sementara Asmi masih memakai BH hitamnya karna
memang sengaja tak ku lepas.

Asmi melepaskan ciuman dibibirku lalu mengarahkan kepala ku kebawah yaitu
payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas dadanya,
sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh panjang. Puas meraba aku
lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku dan menyedot ujung putingnya sambil
digigit-gigit sedikit. Hasilnya hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau
dengan kata-kata yang tak jelas. Setelah itu Asmi berdiri sehingga aku
berhadapan dengan vaginanya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku
bertambah panas sehingga kujilati semua permukaan vaginanya yang sudah banjir
itu.

Setelah itu Asmi merebahkan diri di ranjang tangannya mendekap kepalaku pahanya
dibuka. Sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku kedalam
vaginanya dan menggigit-gigit bagian daging yang merah jambu. Sehingga tubuh
Asmi semakin mengejang hebat
“sshh.. aahh.. terus ko” pintanya diikuti desah nafasnya.
Sekitar lima menit ku sapu vaginaya aku melepaskan dekapan pada kepalaku dan
kembali mengulum bibirnya. Ia lalu meraih penisku
“masukkan ya ko udah gak tahan” katanya dengan terengah dan membimbing penisku
menerobos goa miliknya yang tek pernah lagi merasakan penis semenjak suaminya
meninggal.
Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan
kemulutnya.
“slep..slep..slep” kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan pantat Asmi.
sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku meraba dan meremas
payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.
“uh..ah..mm..ssh..terus ko..mmh” desahnya sambil meremas pantatku.
Penisku terasa semakin menegang dan vaginanya semakin hebat berdenyut memijit
penisku, tak terasa sudah sepuluh menit kami “bergoyang”.
“ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. biarin aja di situ ko mmh ..” rintih Asmi
terpejam.
Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karna juga merasakan
sesuatu yang akan keluar.
“sshh..aarrgghh” jeritnya sambil mencengkram punggungku,
“aahh..aahh” desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua
puting susunya kuat-kuat secara bergantian.
Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang terasa memandikan penisku
didalam vaginanya.Kami menikmati puncak orgasme sampai betul-betul habis, baru
aku mencabut penisku setelah sangat lelah dan bebaring di sebelahnya sambil
meremas dadanya pelan-pelan.

Kemudian dia menindihku dari atas dan bertanya “gimana hukuman dari aku ko ..?”
“enak Bu hukuman terenak didunia makasih ya”
“ibu yang terima kasih udah lama ibu bendung hasrat, hari ini dan seterusnya ibu
akan tumpahkan kekamu semuanya” sambil mencium ku.

Setelah istirahat beberapa waktu kami kembali melanjutkan aktivitas itu tentu
saja dengan tehnik dan gaya yang berbeda-beda. Tak terhitung berapa kali aku
melakukannya sewaktu SMA yang jelas jika aku pulang kesana pasti kami melakukan
lagi dan lagi.
Posted by admin at 04:17 0 comments
Ganasnya Tanteku, Binalnya Sepupuku
Sesaat lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah
tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu
adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan terdapat sebuah
pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang antik. Lantai keramik dan
halaman yang luas dengan pohon-pohon perindangnya yang tumbuh subur memayungi
seantero lingkungannya. Aku masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu
terdapat kolam ikan Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair.
Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih
dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina memang
seorang arsitek kondang dan kenamaan.

Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku, sebelum akhirnya
aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang mengantarku keliling dunia.
Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak
banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu
masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.

Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih sesaat tadi
kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun Agung, sleman yang
masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku
menuju ke pintu samping. Sejenak aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus
meletakkan anak kuncinya. Tanganku segera meraba-raba ventilasi udara di atas
pintu samping tersebut. Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke
dalam.

Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum juga. Hanya
remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus saja melangkah ke lantai
dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur keluarga. Aku dalam hati
terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau hidup menjada, sebagai single
parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar karyanya sendiri ini. Lama sekali
kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan
lugunya. Aku hanya tersenyum.

Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus melangkah ke
kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali lampunya masih menyala
terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku
hanya melongo heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya mendesah panjang.
Mungkin Tante Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini.
Sebentar aku menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya
kaos oblong Jogja serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini
kian berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada
sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku
kian tumbuh kekar dan sehat.

Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut bulu yang
tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta dadaku yang
membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus ke bawah tentunya.
Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower dari kamar mandi Tante Yus
yang bisa hangat dan dingin itu.
Aku hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu
dari belakangku, “Andrew..? Kaukah itu..?”

Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan Tante Yus
yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan kemeja lengan panjang
dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing baju bagian atasnya
yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah dadanya yang kuakui
memang memiliki ukuran sangat besar sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku
yakin, Tante Yus tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang
samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali dengan warna
cat kukunya yang merah muda.

“Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang dan untuk
berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun lamanya ini
tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos, e-mail..,
sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat merindukan Tante..!” ucapku
sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya.
“Ouh Andrew.. ouh..!” bisik Tante Yus sambil menubrukku dan memelukku erat-erat
sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang membidang kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula, sehingga dapat
kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante Yus.

“Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..? Tantemu ini
melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu Andrew..!” imbuhnya
sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali dengan kedua tangannya yang tetap
melingkarkan pada leherku, sambil kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang
hanya bercawat ini.
Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante
Yus..
“Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante..”
“Tentu saja, kumaafkan..” sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa berkedip tetap
memandangiku, “Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti di kapal, banyak crew
wanita yang bule itu jatuh cinta padamu. Siapa pacarmu, hmm..?”
“Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga dengan seorang,
entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante bikinkan aku desain rumah..”
“Bayarannya..?” tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir
tipis Tante Yus yang merah.

Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak kutolak Tante Yus
untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya, batang kemaluanku mulai
merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal di tempat itu, perut Tante Yus
menekanku. Tentu dia dapat merasakan perubahan kejadiannya.
“Aku.. ngg..”
“Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew.. hmm..!” sahut
Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang kian binal
melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan buas. Sementara jemari
kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian kulit tubuhku, terutama pada bagian
punggung, dada, dan selangkanganku. Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini
aku berani membalas ciuman buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau
mengalah, dia bahkan tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap turun ke
bawah, menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna
merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar Tante Yus menarik
cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku yang sedikit
terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya telah meregang
berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik jelita.

“Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh.. hmm..!” seru
bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, dan
mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan mennyedot kuat
dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari
tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya mengerang-ngerang
merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya. Bagaimana tidak, batang kemaluanku
secara diam-diam di tempat kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga
menjadi tumbuh besar dan panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini
memiliki panjang 25 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti.
Rambut kemaluan sengaja kurapikan.

Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang kemaluanku. Remasan
pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan, tetapi nikmat sekali.
Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku
ini ke seluruh permukaan wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan
lebih lama puncak gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku
menikam-nikamkan batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi,
Tante Yus jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah
menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke tenggorokannya.

Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat terkejut saat
melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat benar-benar telah
membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak berpakaian lagi ini. Dengan ganas,
kedua tangan Tante Yus kini mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan
genggamannya yang sangat erat sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah
Tante Yus, kini jadi licin dan mempercepat proses ejakulasiku.
“Croot.. cret.. croot.. creet..!” menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang kemaluanku
kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya, sehingga sisa-sisa air
maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante Yus.

“Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!” gumamku merasakan gairahku yang indah ini
dikerjai oleh Tante Yus.
“Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat sekali. Lezat.
Ouh.. hmm..!” bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan
sisa-sisa air maninya.
Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok
dan menjilatinya.
“Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!” pintanya sambil berbaring
telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.

Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada celah vagina
Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus
mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi, sedangkan lidahku menjilat-jilat deras
seluruh bagiang liang vaginanya yang dalam. Berulang kali aku temukan
kelentitnya lewat lidahku yang kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan
rindang. Cupangan merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus
yang menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan
sangat senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan
remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir puting-putingnya.
Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi
mulut vaginanya dan menerik-narik daging kelentitnya.

“Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!” pintanya
mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju perutnya, dan
terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan ganas aku menyedot-nyedot
puting payudaranya. Tetapi air susunya sama sekali tidak keluar, hanya
puting-puting itu yang kini mengeras dan memanjang membengkak total. Di buah
dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku banyak sekali. Berulang kali jemariku
memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Yus secara bergantian, kiri kanan.
Aku kini tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku
membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.

“Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!” teriak Tante Yus saat
merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku semakin
meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina Tante Yus. Wanita
itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil meremas-remas kedua buah
dadanya.
“Blesep.. sleep.. blesep..!” suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan
alunan lembut.
Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, “Creet..
croot.. creet..!”
“Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..,” seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.
“Tante.. ouhh..!” gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh
bagian tubuhku.
Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus,
kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.
Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku
benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa lama aku
tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera menyergapku. Sial.
Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam
dinding berdentang lima sampai enam kali. Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku
beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan
kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku
melangkah mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari
tangan Tante Yustina.

Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada
pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.

Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat.
Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh,
tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera
kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri
rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak
kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara
gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu
pasti dia. Aku segera memburu.

Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar
mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil
bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya
tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan
ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil
menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut
panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan
nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.

Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah
bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga,
Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut
dan khawatir membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.
“Mas..? Mas Andrew..?” bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur
kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah
tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol
indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum
tumbuh, tetapi kok terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut
kemaluannya sama sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.

“Hai vivi, apa kabarnya..?” tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, “Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..?
Kita berdua kan..? Hmm..?” sambungku meraih bahunya.
Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.
“Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas
andrew.. ouh..!” ujarnya memeluk pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.
“Tentu saja, yuk..!”

Aku menurunkan Vivi.
“Kapan Mas datangnya..?”
“Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?”
“Hm.. Mh..!”
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget
melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah
kemaluan dan bantang kejantananku.
“Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..,” ujarnya sambil
memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang
jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.

“Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan. Hmm..?”
ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik
batang kejantananku dengan candanya.
“Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!”
Aku jadi terangsang. Gila.
“Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?”
“Iya Mas.., gimana tuh..?”
“Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang
zakar ini. Gimana..? Enak kok..!” kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar
kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung
batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung melakukan
perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok batang
kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali.
Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.

“Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!” serunya kembali melumat-lumatkan
batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku membayangkan semua
itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya. Tetapi nyatanya aku
tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi
apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu
dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah
tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.

“Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah
Sayang..!” perintahku sambil mengerang-erang.
Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam
mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.
“Creet.. croot.. creet.. cret..!”
“Hup.. mhHP..!” teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.
Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di
dalam mulutnya.
“Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi.
Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya
Mas..!” perintahku yang dituruti dengan sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
“Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin saat Mama
nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan spermanya..!”
Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta
spermaku lagi..? Edan anak ini.

“Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit.
Gimana..?”
“Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi
khan..?”
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan pahanya yang
mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi memperhatikan saja. Air dari
shower masih mengucuri kami dengan dingin setelah tadi sempat kuganti ke arah
cool.
“Auuh, aduh.. Mas..!” teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku
ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang
sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting
buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan
tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
“Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali Mas, periihh..
ouuh akkh.. aouuhkk..!” menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja
kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.

“Blesep.. blesep.. slebb..!” suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman
shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat
kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang
vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan
posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke
posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik,
lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.

“Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!” tangisnya
sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi.
Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak
ejakulasiku datang.
“Creet.. croot.. sreet.. crreet..!” muncratnya air mani yang memenuhi liang
vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas.
Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia,
kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh
menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di
vaginanya.

Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang
binal itu. Teriring salam untuk Vivi.
Posted by admin at 04:17 0 comments
Gairah Tubuh Rina, Anak Teman Bisnisku
Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan
sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah
lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke
tempat abangku di Jakarta.

Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada
tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku
kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja
namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada
anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina,
duduk di kelas 2 SMP.

Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku
ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke
Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam
berdarah dan dirawat selama 3 hari. oleh karena itu ia minta cuti di kantornya
selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena
sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku
tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai
dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian
bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun
menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka.
Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah
karpet.

“Hallo, Oom Ryan..!” Rina yang baru masuk tersenyum.
“Eh, tolong dong bayarin Bajaj.. uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada
kembalinya.”
Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan Bajaj yang cuma dua ribu rupiah.


Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan
televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Mia
memandang kepadaku dan tertawa geli.
“Ih! Oom Ryan! Begitu, tho, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di
sekolah, tapi belon pernah liat.”
Gugup aku menjawab, “Rina.. kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur!
Ayo, matiin.”
“Aahh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tu, liat.. cuma begitu aja! Gambar yang
dibawa temen Rina di sekolah lebih serem.”

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru
akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina
terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam
rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan.. astaga! Ia
mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang
terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat
indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga.. jelas ia
tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya.
Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai “bergerak”, sekarang
benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan,
dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia
membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin
gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

“Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..!”
“Ah, gampang! Semut lagi push-up! Khan ada di tutup botol Fanta! Gantian..
putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?”
Mia mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.
“Yang bener.. Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di Bajaj..!”
“Aahh.. Oom Ryan ngeledek..!”
Mia meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan
menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan.. tersandung!

Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia
duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu.
Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin
terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil
memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.

Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana
dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh.. mmhh..” Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu
adalah seorang gadis SMP, tapi gariahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun
menarik lepas dasternya dari atas kepalanya.
Aahh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan
kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus
belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku
menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru
ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh
cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua
pahanya.

“Ehh.. mmaahh..,” tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika
bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.
“Ooohh.. aduuhh..,” Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di
antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka.
Sesekali lidahku akan membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan
nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit
dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah,
matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak
teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.
“Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..,” ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala
kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku
berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas
tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan
aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina,
dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
“Ohhmm, mam.. msuk.. hh.. msukin.. Omm.. hh.. ehekmm..”
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin
mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena
tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan
dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku
adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang
kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun
berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil,
dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit
punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar
padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan
otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan
menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama kelamaan mulutnya
menceracau.
“Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. Oomm..”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh
kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku
menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan
pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada,
kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun
membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku,
dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur
seluruh batang kemaluanku.

Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya,
aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan
siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan
orgasmenya yang ke dua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan
keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan
orgasme.
“Aduh, Oom.. Rina lemes. Tapi enak banget.”
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada
di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan,
tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit
liang vagina Rina yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan..
kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga
kali lagi orgasme, dan Rina.. entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi,
sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai
seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas
kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke
kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku.
Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya
yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku
melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah!
Merasakan caranya memberiku “blowjob”, aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari
VCD.
Posted by admin at 04:17 0 comments
Gairah Sahabat Temanku
Namaku Andhika, aku seorang siswa Kelas 1 di SMU yang cukup top di kota
Purwokerto. Pada hari itu aku ingin mengambil tugas kimia di rumah salah satu
teman cewekku, sebut saja Rina. Di sana kebetulan aku ketemu sahabat Rina.
Kemudian kami pun berkenalan, namanya Laura, orangnya cukup cantik, manis, putih
dan bodinya sudah seperti anak kelas 3 SMU, padahal dia baru kelas 3 SMP.
Pakaian sekolahnya yang putih dan agak kekecilan makin menambah kesan
payudaranya menjadi lebih besar. Ukuran payudaranya mungkin ukuran 32B karena
seakan akan baju seragam SMP-nya itu sudah tidak mampu membendung tekanan dari
gundukan gunung kembar itu.

Kami saling diam, hanya aku sedang mengamati dadanya dan pantatnya yang begitu
montok. Wah serasa di langit ke-7 kali kalau aku bisa menikmati tubuh cewek ini,
pikirku. Terkadang mata kami bertemu dan bukannya ke GR-an tapi aku rasa cewek
ini juga punya perasaan terhadapku. Setelah satu jam berada di rumah Rina, aku
pun berpamitan kepada Rina tetapi dia menahanku dan memintaku mengantarkan Laura
pulang karena rumahnya agak jauh dan sudah agak sore dan kebetulan aku sedang
bawa “Kijang Rangga” milik bapakku.

Akhirnya aku menyetujuinya hitung-hitung ini kesempatan untuk mendekati Laura.
Setelah beberapa lama terdiam aku mengawali pembicaraan dengan menanyakan, “Apa
tidak ada yang marah kalau aku antar cuma berdua, entar pacar kamu marah
lagi..?” pancingku. Dia cuma tertawa kecil dan berkata, “Aku belum punya pacar
kok.” Secara perlahan tangan kiriku mulai menggerayang mencoba memegang
tangannya yang berada di atas paha yang dibalut rok SMP-nya. Dia memindahkan
tangannya dan tinggallah tanganku dengan pahanya. Tanpa menolak tanganku mulai
menjelajah, lalu tiba-tiba dia mengangkat tanganku dari pahanya, “Awas Andhi,
liat jalan dong! entar kecelakan lagi..” dengan nada sedikit malu aku hanya
berkata, “Oh iya sorry, habis enak sih,” candaku, lalu dia tersenyum kecil
seakan menyetujui tindakanku tadi. Lalu aku pun membawa mobil ke tempat yang
gelap karena kebetulan sudah mulai malam, “Loh kok ke sini sih?” protes Laura.
Sambil mematikan mesin mobil aku hanya berkata,
“Boleh tidak aku cium bibir kamu?”
Dengan nada malu dia menjawab,
“Ahh tidak tau ahh, aku belum pernah gituan.”
“Ah tenang aja, nanti aku ajari,” seraya langsung melumat bibir mungilnya.

Dia pun mulai menikmatinya, setelah hampir lima menit kami melakukan permainan
lidah itu. Sambil memindahkan posisiku dari tempat duduk sopir ke samping sopir
dengan posisi agak terbungkuk kami terus melakukan permainan lidah itu,
sementara itu dia tetap dalam posisi duduk. Lalu sambil melumat bibirnya aku
menyetel tempat duduk Laura sehingga posisinya berbaring dan tanganku pun mulai
mempermainkan payudaranya yang sudah agak besar, dia pun mendesah, “Ahh,
pelan-pelan Andhi sakit nih..” Kelamaan dia pun mulai menyukaiku cara
mempermainkan kedua payudaranya yang masih dibungkus seragam SMP.

Mulutku pun mulai menurun mengitari lehernya yang jenjang sementara tanganku
mulai membuka kancing baju seragam dan langsung menerkam dadanya yang masih
terbungkus dengan “minishet” tipis serasa “minishet” bergambar beruang itu
menambah gairahku dan langsung memindahkan mulutku ke dadanya.
“Lepas dulu dong ‘minishet’-nya, nanti basah?” desahnya kecil.
“Ah tidak papa kok, entar lagi,” sambil mulai membuka kancing “minishet”, dan
mulai melumat puting payudara Laura yang sekarang sedang telanjang
dada.Sementara tangan kananku mulai mempermainkan lubang kegadisannya yang masih
terbungkus rok dan tanganku kuselipkan di dalam rok itu dan mulai mempermainkan
lubangnya yang hampir membasahi CD-nya yang tipis berwarna putih dan bergambar
kartun Jepang. Mulutku pun terus menurun menuju celana dalam bergambar kartun
itu dan mulai membukanya, lalu menjilatinya dan menusuknya dengan lidahku. Laura
hanya menutup mata dan mengulum bibirnya merasakan kenikmatan. Sesekali jari
tengahku pun kumasukkan dan kuputar-putarkan di lubang kewanitaannya yang hanya
ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia hanya menggenggam rambutku dan duduk di atas jok
mobil menahan rasa nyeri. Setelah itu aku kecapaian dan menyuruhnya, “Gantian
dong!” kataku. Dia hanya menurut dan sekarang aku berada di jok mobil dan dia di
bawah. Setelah itu aku menggenggam tangannya dan menuntunnya untuk mulai membuka
celana “O’neal”-ku dan melorotkannya. Lalu aku menyuruhnya memegang batang
kemaluanku yang dari tadi mulai tegang.

Dengan inisiatif-nya sendiri dia mulai mengocok batang kemaluanku.
“Kalau digini’in enak tidak Andhi?” tanyanya polos.
“Oh iya enak, enak banget, tapi kamu mau nggak yang lebih enak?” tanyaku.
Tanpa berbicara lagi aku memegang kepalanya yang sejajar dengan kemaluanku dan
sampailah mulutnya mencium kemaluanku. “Hisap aja! enak kok kayak banana split,”
dia menurut saja dan mulai melumat batang kemaluanku dan terkadang dihisapnya.
Karena merasa maniku hampir keluar aku menyuruhnya berhenti, dan Laura pun
berhenti menghisap batang kemaluanku dengan raut muka yang sedikit kecewa karena
dia sudah mulai menikmati “oral seks”. Lalu kami pun berganti posisi lagi sambil
menenangkan kemaluanku. Dia pun kembali duduk di atas jok dan aku di bawah
dengan agak jongkok. Kemudian aku membuka kedua belah pahanya dan telihat
kembali liang gadis Laura yang masih sempit. Aku pun mulai bersiap untuk
menerobos lubang kemaluan Laura yang sudah agak basah, lalu Laura bertanya, “Mau
dimasukin tuh Andhi, mana muat memekku kecilnya segini dan punyamu segede
pisang?” tanyanya polos. “Ah tenang aja, pasti bisa deh,” sambil memukul kecil
kemaluannya yang memerah itu dan dia pun sendiri mulai membantu membuka pintu
liang kemaluannya, mungkin dia tidak mau ambil resiko lubang kemaluannya lecet.

Secara perlahan aku pun mulai memasukan batang kemaluanku, “Aah.. ahh.. enak
Andi,” desahnya dan aku berusaha memompanya pelan-pelan lalu mulai agak cepat,
“Ahh.. ahh.. ahh.. terus pompa Andi.” Setelah 20 menit memompa maniku pun sudah
mau keluar tapi takut dia hamil lalu aku mengeluarkan batang kemaluanku dan dia
agak sedikit tersentak ketika aku mengeluarkan batang kemaluanku.
“Kok dikeluarin, Andi?” tanyanya.
“Kan belum keluar?” tanyanya lagi.
“Entar kamu hamilkan bahaya, udah nih ada permainan baru,” hiburku.
Lalu aku mengangkat badannya dan menyuruhnya telungkup membelakangiku.
“Ngapain sih Andi?” tanya Laura.
“Udah tunggu aja!” jawabku.
Dia kembali tersentak dan mengerang ketika tanganku menusuk pantat yang montok
itu.
“Aahh.. ahh.. sakit Andhi.. apaan sih itu..?”
“Ah, tidak kok, entar juga enak.”
Lalu aku mengeluarkan tanganku dan memasukkan batang kemaluanku dan desahan
Laura kali ini lebih besar sehingga dia menggigit celana dalamku yang tergeletak
di dekatnya.

“Sabar yah Sayang! entar juga enak!” hiburku sambil terus memompa pantatnya yang
montok. Tanganku pun bergerilya di dadanya dan terus meremas dadanya dan
terkadang meremas belahan pantatnya. Laura mulai menikmati permainan dan mulai
mengikuti irama genjotanku. “Ahh terus.. Andhi.. udah enak kok..” ucapnya
mendesah. Setelah beberapa menit memompa pantatnya, maniku hendak keluar lagi.
“Keluarin di dalam aja yah Laura?” tanyaku. Lalu dia menjawab, “Ah tidak usah
biar aku isep aja lagi, habis enak sih,” jawabnya. Lalu aku mengeluarkan batang
kemaluanku dari pantatnya dan langsung dilumat oleh Laura langsung dihisapnya
dengan penuh gairah, “Crot.. crot.. crot..” maniku keluar di dalam mulut Laura
dan dia menelannya. Gila perasaanku seperti sudah terbang ke langit ke-7.
“Gimana rasanya?” tanyaku.
“Ahh asin tapi enak juga sih,” sambil masih membersihkan mani di kemaluanku
dengan bibirnya.

Setelah itu kami pun berpakaian kembali, karena jam mobilku sudah pukul 19:30.
Tidak terasa kami bersetubuh selama 2 jam. Lalu aku mengantarkan Laura ke
rumahnya di sekitaran Panakukang Mas. Laura tidak turun tepat di depan karena
takut dilihat bapaknya. Tapi sebelum dia turun dia terlebih dahulu langsung
melumat bibirku dan menyelipkan tanganku ke CD-nya. Mungkin kemaluannya hendak
aku belai dulu sebelum dia turun. “Kapan-kapan main lagi yach Andhi!” ucapnya
sebelum turun dari mobilku. Tapi itu bukan pertemuan terakhir kami karena tahun
berikutnya dia masuk SMU yang sama denganku dan kami bebas melakukan hal itu
kapan saja, karena tampaknya dia sudah ketagihan dengan permainan itu bahkan
Laura pernah melakukan masturbasi dengan pisang di toilet sekolah. Untung aku
melihat kejadian itu sehingga aku dapat memberinya “jatah” di toilet sekolah.
Posted by admin at 04:16 0 comments
Elvina
Namaku Chepy, 22 tahun, mahasiswa di sebuah universitas swasta ternama di
Jakarta.

Kisahku ini adalah kejadian nyata tanpa aku rekayasa sedikitpun! Kisahku bermula
setahun yang lalu ketika temanku (Dedy) mengajakku menemaninya transaski dengan
temannya (Gunawan). Saya jelaskan saja perihal kedua orang itu sebelumnya. Dedy
adalah teman kuliahku dan dia seorang yang rajin dan ulet termasuk dalam hal
berbisnis walaupun dia masih kuliah. Gunawan adalah teman kenalannya yang juga
seorang anak mantan pejabat tinggi yang kaya raya (saya tidak tahu apakah
kekayaan orang tuanya halal atau hasil korupsi!).

Setahun yang lalu Gunawan menawarkan beberapa koleksi lukisan dan patung
(Gunawan sudah mengetahui perihal bisnis Dedy sebelumnya) milik orang tuanya
kepada Dedy, koleksi lukisan dan patung tersebut berusia tua. Dedy tertarik tapi
dia membutuhkan kendaraan saya karena kendaraannya sedang dipakai untuk
mengangkut lemari ke Bintaro, oleh karena itu Dedy mengajak saya ikut dan saya
pun setuju saja. Perlu saya jelaskan sebelumnya, Gunawan menjual koleksi lukisan
dan patung tersebut, oleh Dedy diperkirakan karena Gunawan seorang pecandu putaw
dan membutuhkan uang tambahan.

Keesokan harinya (hari Minggu), saya dan Dedy berangkat menuju rumah Gunawan di
kawasan Depok. Setelah sampai di depan pintu gerbang 2 orang satpam berjalan ke
arah kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Setelah kami jelaskan, mereka
mengijinkan kami masuk dan mereka menghubungi Gunawan melalui telepon. Saya
memarkir kendaraan saya dan saya mengagumi halaman dan rumah Gunawan yang amat
luas dan indah, ” Betapa kayanya orang tua Gunawan” bisik dalam hatiku. Kami
harus menunggu sebentar karena Gunawan sedang makan.

Sambil menunggu, kami berbicara dengan satpam. Dalam pembicaraan itu, seorang
satpam menceritakan kalau Gunawan itu seorang playboy dan suka membawa wanita
malam-malam ke rumahnya ketika orang tuanya sedang pergi. Setelah menunggu
selang 10 menit, akhirnya Gunawan datang (saya yang baru pertama kali melihatnya
harus mengakui bahwa Gunawan memiliki wajah yang amat rupawan, walau saya pun
seorang lelaki dan bukan seorang homo!). Dedy memperkenalkan saya dengan
Gunawan. Setelah itu Gunawan mengajak Dedy masuk ke rumah untuk melihat patung
dan lukisan yang akan dijualnya.

Saya bingung apakah saya harus mengikuti mereka atau tetap duduk di pos satpam.
Setelah mereka berjalan sekitar 15 meter dari saya, seorang satpam mengatakan
sebaiknya kamu (saya) ikut mereka saja daripada bosan menunggu di sini (pos
satpam). Saya pun berjalan menuju rumahnya. Ketika saya masuk, saya tidak
melihat mereka lagi. Saya hanya melihat sebuah ruangan yang luas sekali dengan
sebuah tangga dan beberapa pintu ruangan. Saya bingung apakah saya sebaiknya
naik ke tangga atau mengitari ruangan tersebut (sebenarnya bisa saja saya teriak
memanggil nama Dedy atau Gunawan tapi tindakan itu sangat tidak sopan!).

Akhirnya saya memutuskan untuk mengitari ruangan tersebut dengan harapan dapat
menemui mereka. Setelah saya mengitari, saya tetap tidak dapat menemukan mereka.
Tapi saya melihat sebuah pintu kamar yang pintunya sedikit terbuka. Saya mengira
mungkin saja mereka berada di dalam kamar tersebut. Lalu saya membuka sedikit
demi sedikit pintu itu dan betapa terkejutnya saya ketika saya melihat seorang
anak perempuan sedang tertidur dengan daster yang tipis dan hanya menutupi
bagian atas dan bagian selangkangannya, saya bingung harus bagaimana!

Dasar otak saya yang sudah kotor melihat pemandangan paha yang indah, akhirnya
saya masuk ke dalam kamar tersebut dan menutup pintu itu. Saya melihat
sekeliling kamar itu, kamar yang luas dan indah, beberapa helai pakaian SLTP
berserakan di tempat tidur, dan foto anak tersebut dengan Gunawan dan seorang
lelaki tua dan wanita tua (mungkin foto orang tuanya). Anak perempuan yang
sangat cantik, manis dan kuning langsat! lalu saya melangkah lebih dekat lagi,
saya melihat beberapa buku pelajaran sekolah dan tulisan namanya: Elvina kelas 1
C. Masih kelas 1! berarti usianya baru antara 11-12 tahun. Lalu saya memfokuskan
penglihatan saya ke arah pahanya yang kuning langsat dan indah itu! Ingin
rasanya menjamah paha tersebut tapi saya ragu dan takut. Saya menaikkan
pandangan saya ke arah dadanya dan melihat cetakan pentil susu di helai
dasternya itu. Dadanya masih kecil dan ranum dan saya tahu dia pasti tidak
memakai pakaian dalam (BH atau kutang) di balik dasternya itu!

Wajahnya sangat imut, cantik dan manis! Akhirnya saya memberanikan diri meraba
pahanya dan mengelusnya, astaga..mulus sekali! Lalu saya menaikkan sedikit lagi
dasternya dan terlihatlah sebuah celana dalam (CD) warna putih. Saya meraba CD
anak itu dan menarik sedikit karet CDnya, lalu saya mengintip ke dalam,..
Astaga! tidak ada bulunya! Jantung saya berdetak kencang sekali dan keringat
dingin mengalir deras dari tubuh saya. Lalu saya mencium Cdnya, tidak ada bau
yang tercium. Lalu saya menarik sedikit lagi dasternya ke atas dan terlihatlah
perut dan pinggul yang ramping padat dan mulus sekali tanpa ada kotoran di
pusarnya! Luar biasa!

Otak porno saya pun sangat kreatif juga, saya memberanikan diri untuk menarik
perlahan-lahan tali dasternya itu, sedikit-seditkit terlihatlah sebagian dadanya
yang mulus dan putih! ingin rasanya langsung memenggangnya, tapi saya bersabar,
lalu saya menarik lagi tali dasternya ke bawah dan akhirnya terlihatlah pentil
Elvina yang bewarna kuning kecoklatan! Jantung saya kali ini terasa berhenti!
Sayapun merasa tubuh saya menjadi kaku. Jari sayapun mencolek pentilnya dan
memencet dengan lembut payudaranya. Saya melakukankan dengan lembut, perlahan
dan sedikit lama juga, sementara Elvina sendiri masih tertidur pulas. Setelah
puas, saya menjilat dan mengulum pentilnya, terasa tawar.

Dasar otakku yang sudah gila, saya pun nekat menarik seluruh dasternya perlahan
kearah bawah sampai lepas, sehingga Elvina kini hanya mengenakan celana dalam
(CD) saja! Saya memandangi tubuh Elvina dengan penuh rasa kagum. Tiba-tiba
Elvina sedikit bergerak, saya kira ia terbangun, ternyata tidak, mungkin sedang
mimpi saja. Saya mengelus tubuh Elvina dari atas hingga pusar/perut. Puas
mengelus-elus, saya ingin menikmati lebih dari itu! Saya menarik perlahan-lahan
CD Elvina ke arah bawah hingga lepas. Kini Elvina telah telanjang bulat! Betapa
indahnya tubuh Elvina ini, gadis kelas 1 SLTP yang amat manis, imut dan cantik
dengan buah dada yang kecil dan ranum serta vaginanya yang belum ada bulunya
sehelaipun!

Lalu saya mengelus bibir vaginanya yang mulus dan lembek dan sayapun menciumnya.
Terasa bau yang khas dari vaginanya itu! Dengan kedua jari telunjuk saya, saya
membuka bibir vaginanya dengan perlahan-lahan, terlihat dalamnya bewarna kemerah
–merahan dengan daging di atasnya. Saya menjulurkan lidah saya ke arah
vaginanya dan menjilat-jilat vaginanya itu. Saya deg-degan juga melakukan adegan
itu. Saya tahu tindakan saya bisa ketahuan olehnya tapi kejadian ini sulit
sekali untuk dilewatkan begitu saja! Benar dugaan saya!

Pada saat saya sedang asyiknya menjilat vaginanya, Elvina terbangun! Saya pun
terkejut setengah mati! Untung Elvina tidak teriak tapi hanya menutup
buah-dadanya dan vaginanya dengan kedua tangannya. Mukanya kelihatan takut juga.
Elvina lalu berkata ” Siapa kamu, apa yang ingin kamu lakukan?”. Saya langsung
berpikir keras untuk keluar dari kesulitan ini! Lalu saya mengatakan kepada
Elvina: ” Elvina, saya melakukan ini karena Gunawan yang mengijinkannya!”,
kataku yang berbohong. Elvina kelihatan tidak percaya lalu berkata ” Tidak
mungkin, Gunawan kakakku!”. Pandai juga dia! Tapi saya tidak menyerah begitu
saja. Saya mengatakan lagi ” Elvina, saya tahu Gunawan kakakmu tapi dia punya
hutang yang amat besar pada saya, apakah kamu tega melihat kakakmu terlibat
hutang yang amat besar? Apakah kamu tidak kasihan pada Gunawan?, kalau dia tidak
melunasi hutangnya, dia bisa dipenjara ” kataku sambil berbohong. Elvina terdiam
sejenak.

Saya berusaha menenangkan Elvina sambil mengelus rambutnya. Elvina tetap
terdiam. Sayapun dengan lembut menarik tangannya yang menutupi kedua buah
dadanya. Dia kelihatannya pasrah saja dan membiarkan tangannya ditarik oleh
saya. Terlihat lagi kedua buah dadanya yang indah dan ranum itu! Saya mencium
pipinya dan berkata “Saya akan selalu mencintaimu, percayalah!”. Saya merebahkan
tubuhnya dan menarik tangannya yang lain yang menutupi vaginanya. Akhirnya dia
menyerah dan pasrah saja terhadap saya. Saya tersenyum dalam hati. Saya langsung
buru-buru membuka seluruh pakaian saya untuk segera menuntaskan ” tugas ” ini
(maklum saja, kalau terlalu lama, transaksi Gunawan dengan Dedy selesai, sayapun
bisa ketahuan, ujung-ujungnya saya bisa saja terbunuh!).

Saya langsung mencium mulut Elvina dengan rakus. Elvina kelihatannya belum
pernah ciuman sebelumnya karena dia masih kaku. Lalu saya mencium lehernya dan
turun ke arah buah dadanya. Saya menyedot kedua buah dadanya dengan kencang dan
rakus dan meremas-remas kedua buah dadanya dengan sangat kuat, Elvina
kelihatannya kesakitan juga dengan remasan saya itu, Sayapun menarik-narik kedua
pentilnya dengan kuat! “Sakit Kak ” kata Elvina. Saya tidak lagi mendengar
rintihan Elvina. Saya mengulum dan menggigit pentil Elvina lagi sambil tangan
kanan saya meremas kuat pantat Elvina. Setelah puas, saya membalikkan badan
Elvina sehingga Elvina tengkurap.

Saya jilat seluruh punggung Elvina sampai ke pantatnya. Saya remas pantat Elvina
kuat-kuat dan saya buka pantatnya hingga terlihat anusnya yang bersih dan indah.
Saya jilat anus Elvina, terasa asin sedikit! Dengan jari telunjuk saya, saya
tusuk-tusuk anusnya, Elvina kelihatan merintih atas tindakan saya itu. Saya
angkat pantat Elvina, saya remas bagian vagina Elvina sambil ia nungging (posisi
saya di belakang Elvina). Elvina sudah seperti boneka mainan saya saja! Setelah
puas, saya balikkan lagi tubuh Elvina sehingga ia terlentang, saya naik ke atas
kepala Elvina dan menyodorkan penis saya ke mulut Elvina. ” Jilat dan kulum!”
kataku. Elvina ragu juga pada awalnya, tapi saya terus membujuknya dan akhirnya
ia menjilat juga.

Penis saya terasa enak dan geli juga dijilat olehnya, seperti anak kecil yang
menjilat permen lolipopnya. “Kulum!” kataku, dia lalu mengulumnya. Saya dorong
pantat saya sehingga penis saya masuk lebih dalam lagi, kelihatannya dia seperti
mau muntah karena penis saya menyentuh kerongkongannya dan mulutnya yang kecil
kelihatan sulit menelan sebagian penis saya sehingga ia sulit bernapas juga.
Sambil ia mengulum penis saya, tangan kanan saya meremas kuat-kuat payudaranya
yang kiri hingga terlihat bekas merah di payudaranya.

Saya langsung melepaskan kuluman itu dan menuju ke vaginanya. Saya jilat
vaginanya sepuas mungkin, lidah saya menusuk vaginanya yang merah pink itu lebih
dalam, Elvina menggerak-gerakkan pantatnya kiri-kanan, atas-bawah, entah karena
kegelian atau mungking ia menikmatinya juga. Sambil menjilat vaginanya, kedua
tangan saya meremas-remas pantatnya.

Akhirnya saya ingin menjebol vaginanya. Saya naik ke atas tubuh Elvina, saya
sodorkan penis saya ke arah vaginanya. Elvina kelihatan ketakutan juga, ” Jangan
kak, saya masih perawan!”, Nah ini dia! saya membujuk Elvina dengan
rayuan-rayuan manis. Elvina terdiam pasrah. Saya tusuk penis saya yang besar itu
yang panjangnya 18 cm dan diameter 6 cm ke vaginanya yang kecil sempit tanpa
bulu itu! Sulit sekali awalnya tapi saya tidak menyerah. Saya lebarkan kedua
kakinya hingga ia sangat mengangkang dan vaginanya sedikit terbuka lagi, saya
hentakkan dengan kuat pantat saya dan akhirnya kepala penis saya yang besar itu
berhasil menerobos vaginanya!

Elvina mencakar tangan saya sambil berkata ” sakitt!!” saya tidak peduli lagi
dengan rintihan dan tangisan Elvina! Sudah sepertiga penis saya yang masuk. Saya
dorong-dorong lagi penis saya ke dalam lobang vaginanya dan akhirnya amblas
semua! Dan seperti permainan sex pada umumnya, saya tarik-dorong, tarik-dorong,
tarik-dorong, terus-menerus! Elvina memejamkan matanya sambil menggigit
bibirnya. Tangan saya tidak tinggal diam, saya remas kedua buah dadanya dengan
sangat kuat hingga ia kesakitan dan saya tarik-tarik pentilnya yang kuning
kecoklatan itu kuat-kuat! Saya memainkan irama cepat ketika penis saya menghujam
vaginanya.

Baru 5 menit saya merasakan cairan hangat membasahi penis saya, pasti ia
mencapai puncak kenikatannya. Setelah bermain 15 menit lamanya, saya merasakan
telah mencapai puncak kenikmatan, saya tumpahkan air mani saya kedalam vaginanya
hingga tumpah ruah. Saya puas sekali! Saya peluk Elvina dan mencium bibir,
kening dan lehernya. Saya tarik penis saya dan saya melihat ada cairan darah di
sprei kasurnya. Habislah keperawanannya!

Setelah itu saya lekas berpakaian karena takut ketahuan. Saya ambil uang 300.000
rupiah dari saku saya dan saya berikan ke Elvina, ” Elvina, ini untuk uang
jajanmu, jangan bilang ke siapa-siapa yah “, Elvina hanya terdiam saja sambil
menundukkan kepala dan menutupi kedua buah dadanya dengan bantal. Saya langsung
keluar kamar dan menunggu saja di depan pintu masuk. Sekitar 10 menit kemudian
Gunawan dan Dedy turun sambil menggotong lukisan dan patung. Ternyata mereka
transaksinya bukan hanya lukisan dan patung saja tapi termasuk beberapa barang
antik lainnya. Pantasan saja mereka lama!

Akhirnya saya dan Dedy permisi ke Gunawan dan ke kedua satpam itu. Kami pergi
meninggalkan rumah itu. Dedy puas dengan transaksinya dan saya puas telah
merenggut keperawanan adik Gunawan. Ha ha ha ha ha, hari yang indah dan takkan
terlupakan!